Diare adalah masalah pencernaan yang biasanya terjadi secara singkat. Tapi ada kasus di mana diare berlanjut lebih lama, yang dikenal sebagai diare persisten. Apa yang dimaksud dengan diare persisten ini? Diare persisten adalah jenis diare yang didefinisikan sebagai diare yang sudah berlangsung lebih dari 14 hari.[1]
Terdapat dua jenis diare persisten, yakni diare persisten ringan dan diare persisten berat. Diare persisten ringan adalah kondisi diare tanpa dehidrasi. Sebaliknya, diare persisten berat adalah kondisi diare lebih dari 14 hari dengan pasien mengalami dehidrasi berat.
Penyakit ini dapat menjangkiti individu dari berbagai rentang usia, tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Jangan menganggap enteng penyakit ini karena diare persisten memiliki risiko kematian hingga 35% pada anak-anak di bawah lima tahun.[2]
Ciri-Ciri dan Gejala Diare Persisten
Ada beberapa ciri-ciri serta gejala yang bisa membantu Anda mengenali diare persisten ini. Berikut adalah ciri dan gejala yang wajib Anda waspadai:
1. Bentuk
Ciri diare persisten adalah tinja cair atau encer seperti bubur yang keluar dari tubuh. Keluarnya tinja dalam bentuk yang cair ini terjadi karena usus besar mengalami kesulitan menyerap air seperti biasanya.
2. Durasi
Jika dibandingkan dengan durasi diare lainnya, diare persisten ini terjadi lebih lama dari diare akut yang umumnya berdurasi tiga hingga tujuh hari. Namun demikian, diare persisten berlangsung lebih cepat dari diare kronis yang bisa mengganggu hingga lebih dari empat minggu.
Dari segi durasi hariannya, penderita dengan gangguan ini bisa melakukan buang air besar sebanyak tiga hingga empat kali dalam sehari.
3. Mengalami Gangguan Lain
Kondisi diare persisten terjadi dengan bersamaan dengan gejala lain. Sebanyak 64% pasien mengeluh diare disertai demam, 48% mengaku menderita mual juga muntah, dan 19,5 % mengalami nyeri pada bagian perut.[3] . Ada sebagian yang mengeluhkan BAB encer tapi bukan diare.
3. Dehidrasi
80% pasien diare persisten tidak menunjukkan gejala dehidrasi. Namun demikian 17% memperlihatkan kondisi dehidrasi ringan dan 2,4% lainnya dehidrasi berat.[3] Pasien dengan kondisi dehidrasi berat tergolong dalam diare persisten berat dan perlu segera mendapatkan penanganan medis.
Penyebab Diare Persisten
Apa yang menyebabkan diare persisten terjadi? Ada beberapa faktor etiologi yang diketahui menjadi penyebab dari kondisi ini. Berikut adalah faktor tersebut:
1. Infeksi Bakteri, Virus, atau Parasit
Berdasarkan data yang ada, 5%-10% kejadian diare akut di negara berkembang berubah menjadi diare persisten.[4] Maka dari itu, infeksi yang menjadi penyebab diare persisten merupakan jenis infeksi yang juga menjadi penyebab pada diare akut.
Contohnya adalah bakteri Enteroadherent E. Colidan dan Enteropathogenic E. Coli. Selain itu ada juga parasit Cryptosporidium.
Infeksi bakteri, virus, dan parasit ini dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang tidak terjaga kebersihannya. Selain itu, penggunaan fasilitas umum yang kurang higienis juga bisa menjadi pemicunya.
2. Intoleransi Makanan
Kondisi diare persisten juga bisa terjadi akibat intoleransi makanan yang penderita miliki.[5] Beberapa contohnya adalah intoleransi atau alergi terhadap susu sapi, laktosa, protein kedelai, dan juga fruktosa.
3. Penggunaan Obat-obatan
Selain intoleransi makanan, penggunaan obat-obatan tertentu bisa menjadi pemicu penyakit ini. Sebagai contohnya adalah penggunaan antibiotik, yang pada sebagian orang tidak baik untuk sistem pencernaannya.[6]
4. Gizi Buruk
Sebagian besar pasien dengan diare persisten ini juga memiliki gizi buruk, terutama pada kasus anak-anak. Sebagai contoh adalah konsumsi makanan rendah lemak tetapi tinggi gula dan cairan dapat menjadi pemicu diare pada mereka.
Perlu Anda ketahui, sistem pencernaan bayi belum sepenuhnya matang untuk menghadapi tingginya kadar gula dalam makanan. Maka dari itu, hal ini dapat menyebabkan bayi menderita penyakit pencernaan seperti diare persisten ini.
Cara Penanganan Diare Persisten
Mengingat diare persisten merupakan penyakit yang bisa terjadi selama berminggu-minggu, penanganan terbaik adalah melakukan konsultasi dokter. Pasalnya, dengan bantuan profesional medis, Anda dapat dengan segera mendapatkan pengobatan.
Nah, ada beberapa penaganangan yang biasanya akan dokter berikan pada penderita penyakit ini. Berikut adalah contohnya:
1. Pemberian Obat-obatan
Untuk kasus diare yang mana penyebabnya adalah infeksi bateri, virus, atau parasit, pemberian obat-obatan adalah hal yang akan dokter lakukan. Dokter umumnya akan memberikan obat seperti antibiotik, antidiare, atau anti peristaltik.
2. Manajemen Diet
Untuk kondisi di mana diare persisten akibat intoleransi makanan, dokter akan merekomendasikan diet khusus. Hal ini bisa mencakup pembatasan makanan atau minuman seperti susu sapi dan pengaturan intensitas pemberian ASI (untuk bayi).
Dokter juga bisa merekomendasikan diet khusus yang bisa membantu memadatkan tinja. Contohnya adalah diet BRAT, yakni diet memakan pisang, beras, apel, nasi putih dan juga roti.[7]
3. Terapi ORT
Aspek penting dalam penanganan diare adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang. Untuk itu, dokter akan melakukan terapi ORT atau terapi rehidrasi oral. Ini adalah terapi yang dokter lakukan untuk mengatasi masalah hilangnya cairan dari dalam tubuh seseorang akibat penyakit diare.
Dalam terapi ini biasanya akan digunakan larutan rehidrasi oral (ORS) yang terdiri atas glukosa iso-osmolar dengan basa dan sitrat. Contohnya adalah oralit.[8]
4. Pemberian Probiotik
Probiotik mengandung sejumlah mikroorganisme yang bermanfaat bagi kesehatan pencernaan. Untuk diare persisten, pemberian probiotik bisa mengembalikan populasi mikroorganisme baik di usus yang bisa membantu merawat pencernaan pasien.[9]
Apabila Anda mengalami diare dan bingung kenapa diare tidak berhenti henti padahal sudah berlangsung cukup lama, maka Anda perlu konsultasi ke dokter. Hal ini perlu Anda lakukan untuk mengetahui jenis diare apa yang Anda alami serta mendapatkan penanganan yang tepat.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, diare persisten adalah penyakit yang tidak bisa Anda anggap sepele. Terlebih jika terjadi pada balita yang memiliki risiko kematian cukup tinggi.